Menjadi Korban Banjir Informasi

Coba cek gadget yang ada di pergelangan tangan, kantong celana, dan tas kita. Seberapa banyak waktu dihabiskan berkutat membaca notifikasi yang memang dengan sengaja di-push? Seberapa banyak waktu dihabiskan berkutat membaca pesan di grup Whatsapp yang isinya perdebatan? Seberapa banyak waktu dihabiskan berkutat membaca linimasa di Twitter dan Facebook? Seberapa banyak waktu dihabiskan berkutat melihat foto, memes dan caption di Instagram mengenai kehidupan pribadi selebritas? Seberapa banyak waktu dihabiskan membaca berita-berita mengenai korupsi, pembunuhan, terorisme, penyakit yang sedang mewabah, dan lain sebagainya?

Interupsi dan gangguan konstan yang membuat kita gelisah, hilang fokus, tegang, marah dan segala jenis rasa yang tidak nyamanInterupsi dan gangguan yang konstan yang kita buat sendiri. Iya, kita buat sendiri. Karena sebetulnya, kalau disadari, kita punya hak untuk tidak tenggelam dalam banjir informasi.

Coba tanyakan lagi, pada diri sendiri, seberapa banyak waktu dihabiskan untuk menggali lebih dalam sesuatu yang sebetulnya tidak relevan dengan hidup dan pekerjaan? Such a waste of time, bruh.. Kita lupa bahwa aplikasi-aplikasi yang ada di gadget yang kita pegang setiap hari itu didesain untuk membuat penggunanya bertahan menggunakannya secara konstan. Procrastinating what’s actually matter to ourselves. 

Lakukan yang Relevan

Saya punya seorang teman, panggilannya Pakde Dayat, usianya lebih kurang 60 tahun. Hobinya senyum dan melamun. Kadang ia merokok kretek. Juga sambil senyum-senyum melihat manusia lalu-lalang di depannya. Setiap hari ia berjualan minuman botolan di pintu belakang Masjid Agung Al-Azhar. Saya mengenalnya sejak saya masih duduk di bangku SD. Ia bisa menjadi teman ngobrol saya ketika selesai bermain bola atau sepulang sekolah.

Pakde Dayat sedang senyum simpul ke Tukang Bakpao.

Beberapa minggu lalu, setelah turun dari halte Transjakarta, saya menyambanginya dan bertanya, “Apa rahasiamu bisa waras sampai sekarang, Pakde?”.

Jawabannya sederhana, “Resepnya sederhana, Dit. Kalau waktu lapar, makan. Kalau waktu kerja, ya kerja. Kalau waktu ngantuk, ya tidur. Urip yo dilakoni wae, wong mung numpang ngombe“.

Suka baca berita nggak, Pakde?” tanya saya lagi.

Ha ngopo tukang teh botol kok ndadak harus moco berita, mung marai singit“, jawabnya sambil terkekeh. “Aku hanya melakukan yang perlu aku lakukan, Dit. Yang tidak perlu, ya tidak perlu dilakukan“, tutupnya.